Dalam mata kuliah antropologi kita akan belajar tentang apa itu orientasi budaya, dan apa saja yang mendasari orientasi tersebut hingga dapat memberikan ciri khas dalam bermasyarakat.
BAB 1 Adat Istiadat, Norma dan Hukum
Dalam orientasi budaya tentu kita akan dibenturkan dengan adat istiadat, norma dan hukum, Secara etimologi, dalam hal ini adat berasal dari bahasa Arab yang berarti “kebiasaan”, jadi secara etimologi adat dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi suatu kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat.
Adat merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki naili dan dijunjung serta di patuhi masyarakat pendukungnya.
Adat istiadat merupakan kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakatdengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang mengikat norma dan kelakuan di dalammasyarakat, sehingga dalam malakukan suatu tindakan mereka akan memikirkan dampak akibat dari berbuatannya atau sekumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannyakarena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. W.G Summner (Koentjaraningrat, 1986) membedakan atas:
Mores: Adat Istiadat dalam Arti Khusus sehingga jika dilanggar, Sanksinya sanggat Berat.
Folkways: Adat Istiadat Biasa, Tata Cara, Yang apabila dilanggar, Hanya menjadi Bahan Tertawaan, Ejekan dan Celaan, serta Gunjinggan oleh masyarakat sementara disekitarnya.
Berkaitan dengan Pemilahan Mores dan Folkways, ada juga yang mempertentangkan sebagai Adat dan Hukum Adat. Dalam Hubungan yang demikian masalh Utamanya adalah Bagaimana menentukan sehingga ada suatu Batasan yang Tegas dan tidak Rancu yang Mana Hukum dan yang Mana Tidak hukum, Yaitu:
Golongan Pertama: Golongan pertama dipelopori Oleh A.R. Brown Beranggapan bahwa tidak ada Aktivitas Hukum dalam Masyarakat yang tidak bernegara.Penundukan/Ketataan yang terjadi seolah-olah atas dasar Otomatis. Terdapat perspsi yang Mendasar bahwa yang perlu diutamakan adalah Kepentingan Kelompok di atas Kepentinggan Pribadi Ataupun Golongan.
Golongan Kedua: Golongan Kedua yang dipelopori Oleh B. Malinowski tidak mengkhususkan definisi mereka tentang Hukum, Hanya Hukum yang ada dalam Masyarakat. dalam Uraiannya Crime and Custom in savage Society, Kelompok ini menyatakan Bahwa Penduduk/Ketataan atas dasar "Memberi Kepada dan Menerima Dari" -The Principle of Reciprocity.
Bronislaw Malinowski dalam Crime and Custom in savage Society (kemudian diterjemahkan R.G. Soekadijo menjadi tertib Hukum dalam masyarakat Terasing 1988). Hukum adalah salah satu Suprastruktur sosial, yang bersama-sam dengan Kaidah sosial lainya mengatur pergaulan dalam Masyarakat.
Ter Haar dengan ajaran Besslissingen Leer yang membedakan antara Adat dan Hukum Adat Adalah bahwa Hukum Adat itu suatu Putusan Oleh Penguasa atau siapa saja yang Memiliki Otoritas Serta Merta ditaati dengan Sepenuh hati. dalam Pidato Dies Natalis di UI tahun 1930 berjudul: "Peradilan Landraad Berdasarkan Hukum tidak Tertulis" beberapa konsep tentang Hukum Adat menurut Ter Haar:
Pengertian Hukum Adat: Keseluruhan Aturan yang menjelma dari Keputusan-keputusan para Fungsionaris Hukum (dalam Arti Luas) yang mempunyai Kewibawaan dan Mempunyai pengaruh dan dalam pelaksanaannya berlaku secara serta mertadan ditaati dengan sepenuh Hati.
Kapan suatu Adat menjadi Hukum Adat.....?tidak ada suatu alasan yang menyatakan suatu itu dengan sebutan "Hukum" tanpa adanya keputusan tentang Hukum oleh para petugas Hukum Masyarakat
Berbeda dengan Ter Haar, L. Pospisil yang secara tekun mengkaji aktifitas suku Indian Kapauku Mengemukakan kerangka berpikirnya bahwa untuk membedakan tentang Hukum dan hukum Adat (Kebiasaan) Berdasrkan Atribut Hukum yang dikemukakan terdiri dari:
1. Attribute Of Authirity: Aturan Itu diputuskan oleh penguasa, Pimpinana Masyarakat, Atau mereka yang Pada Umumnya memiliki Autoritas dalam Arti Luas.
2. Attribute Of Intention Of Universal Application: Aturan yang telah diputuskan itu harus dapat diberlakukan untuk Waktu dan Situasi yang sama di masa mendatang.
3. Attribute Of Obligation: Aturan itu membuat runtut Hak dan Kewajiban Para pihak. tanpa muatan Hak dan Kewajiban maka putusan itu tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi Para Pihak.
4. Attribute Of Sanction: Aturuan itu dikuatkan atas adanya sanksi (termasuk Moral dan Penghukuman). sanksi berupa Hukuman Formal atau Cibiran Menimbulkan rasa Takut, Rasa Malu, di Benci dan sebagainya.
***
***
BAB II. Hakikat Hidup Yang MenentukanOrientasi Nilai Budaya
Orientasi nilai budaya atau yang bisa juga disebut sebagai sistem nilai budaya adalah konsep – konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat yang berkaitan dengan apa yang diinginkan, pantas, dan berharga, yang mempengaruhi individu yang memilikinya dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Lalu, apa perbedaan antara orientasi nilai budaya tersebut dengan sikap mental? Menurut Koentjaraningrat, sikap mental (attitude)merujuk pada individu dan nantinya secara sekunder kepada masyarakat. Sikap merupakan suatu disposisi atau keadaan mental seseorang untuk bereaksi terhadap lingkungannya.
Kerangka Kluckhohn Mengenai 5 Masalah Besar Dalam Hidup yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia.
Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul“Variations in Value Orientation” menyatakan bahwa sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia sebenarnya mengenai 5 masalah pokok dalam kehidupan manusia.
1. Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia (HK).
A. Hidup itu buruk.
Hidup itu ditanggapi oleh manusia sebagai hal yang buruk jika manusia tersebut mengalami kesulitan atau kegagalan dalam hidupnya dan berpendapat bahwa hidup itu negatif.
Hidup itu ditanggapi oleh manusia sebagai hal yang buruk jika manusia tersebut mengalami kesulitan atau kegagalan dalam hidupnya dan berpendapat bahwa hidup itu negatif.
Sebagai contoh, di Amerika terdapat suku Indian yang memiliki paham bahwa setiap bayi yang lahir itu adalah suatu kesialan. Dan jika ada orang yang mati, itu merupakan suatu hal yang menggembirakan. Hal tersebut terjadi karena mereka berpendapat bahwa bayi yang lahir tersebut nantinya hanya akan mendapat kesulitan dan kesengsaraan dalam menjalani hidup di dunia. Mereka juga berpendapat bahwa yang mati akan bahagia hidup di alam sana karena telah terbebas dari masalah – masalah dalam hidup. Sehingga ketika ada bayi lahir, mereka menyambutnya seperti pemakaman. Sedangkan ketika ada kematian, mereka merayakannya seperti pesta.
B. Hidup itu baik.
Hidup itu sebagai suatu hal yang baik jika kita beranggapan bahwa hidup merupakan suatu anugerah dari Tuhan dan merupakan hal yang berdampak positif.
Hidup itu sebagai suatu hal yang baik jika kita beranggapan bahwa hidup merupakan suatu anugerah dari Tuhan dan merupakan hal yang berdampak positif.
Sebagai contoh, seorang yang sukses di dunia pasti beranggapan bahwa hidup di dunia merupakan anugerah dari Tuhan karena bisa menikmati hidup serta sukses di dunia.
C. Hidup itu buruk tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik.
Sebagai contoh, seorang yang kurang mampu dan serba kekurangan, pasti akan beranggapan bahwa hidup itu buruk karena banyak mengalami kesulitan. Namun, orang yang memiliki agama pasti beranggapan bahwa hidup memang buruk tetapi akan menjadi lebih baik apabila kita berikhtiar. Sehingga, untuk mencapai suatu hidup yang lebih baik tersebut, manusia perlu berikhtiar untuk mencapai kesuksesan dan kemudahan dalam hidup.
2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (MK).
A. Karya itu nafkah hidup.
Sebagai contoh, seorang pencipta lagu yang membuat berbagai lagu untuk penyanyi lain. Orang lain pasti beranggapan bahwa karya hasil ciptaannya yang berupa lagu untuk penyanyi baru tersebut adalah hal yang membuat penyanyi tersebut tenar. Namun, sebenarnya di sisi lain seorang pencipta lagu beranggapan bahwa karyanya itu dibuat untuk orang lain agar mendapat royalti atau pendapatan dari penyanyi baru tersebut. Jadi, sebuah karya diciptakan untuk menafkahi hidup sang pembuat karya tersebut.
Sebagai contoh, seorang pencipta lagu yang membuat berbagai lagu untuk penyanyi lain. Orang lain pasti beranggapan bahwa karya hasil ciptaannya yang berupa lagu untuk penyanyi baru tersebut adalah hal yang membuat penyanyi tersebut tenar. Namun, sebenarnya di sisi lain seorang pencipta lagu beranggapan bahwa karyanya itu dibuat untuk orang lain agar mendapat royalti atau pendapatan dari penyanyi baru tersebut. Jadi, sebuah karya diciptakan untuk menafkahi hidup sang pembuat karya tersebut.
B. Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dsb.
Sebagai contoh, Bill Gates membuat sebuah karya berupa Operating System yang diproduksi oleh perusahaannya yaitu Microsoft. Ia membuat karya tersebut awalnya bukan karena ingin menjadi orang yang nantinya kaya raya. Namun, ia membuat karya tersebut agar mendapat penghargaan dan kehormatan atas karyanya yang mampu memperlancar segala kegiatan IT dan memotivasi orang lain untuk berkarya kreatif seperti dirinya, sehingga ia mampu menjadi Presiden Microsoft. Jadi, karya itu dianggap sebagai alat untuk mendapat kehormatan atau kedudukan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, Bill Gates membuat sebuah karya berupa Operating System yang diproduksi oleh perusahaannya yaitu Microsoft. Ia membuat karya tersebut awalnya bukan karena ingin menjadi orang yang nantinya kaya raya. Namun, ia membuat karya tersebut agar mendapat penghargaan dan kehormatan atas karyanya yang mampu memperlancar segala kegiatan IT dan memotivasi orang lain untuk berkarya kreatif seperti dirinya, sehingga ia mampu menjadi Presiden Microsoft. Jadi, karya itu dianggap sebagai alat untuk mendapat kehormatan atau kedudukan yang lebih tinggi.
C. Karya itu untuk menambah karya.
Sebagai contoh, seorang penyair atau pembuat puisi membuat puisi tersebut selain untuk berkarya, juga untuk menambah karya – karyanya yang dulu sudah ada agar bertambah banyak dan menjadi terkenal karena puisinya yang banyak.
Sebagai contoh, seorang penyair atau pembuat puisi membuat puisi tersebut selain untuk berkarya, juga untuk menambah karya – karyanya yang dulu sudah ada agar bertambah banyak dan menjadi terkenal karena puisinya yang banyak.
Contoh yang lain yaitu seorang pencipta lagu keroncong. Ia membuat karyanya itu bukan untuk mendapatkan uang, tetapi lebih kepada untuk menambah lagu keroncong Indonesia yang sudah jarang ada dan untuk melestarikan budaya keroncong.
3. Masalah mengenai hakikat dari kehidupan manusia dalam ruang waktu (MW).
A. Orientasi ke masa kini.
Sebagai contoh, orang – orang kaya yang tingkat konsumsinya tinggi hanya berpikir untuk masa kini. Mereka membeli sesuatu hanya untuk digunakan atau hura – hura di masa sekarang. Mereka tidak berpikir untuk kedepannya dan apakah kekayaan mereka bisa untuk mencukupi kebutuhannya di masa yang akan datang. Biasanya orang yang berpikir seperti itu selalu kesusahan di masa mendatang.
B. Orientasi ke masa lalu.
Sebagai contoh, orang – orang yang sudah tua dan selalu berpikir dengan cara yang dulu. Mereka selau mengingat masa lalu mereka dan tidak melihat ke depan. Jika dihadapi dengan persoalan mengenai masa kini atau masa depan, mereka selalu kesulitan. Biasanya orang yang berpikir seperti ini memiliki sifat keras kepala.
C. Orientasi ke masa depan.
Sebagai contoh, orang – orang yang sukses selalu berpikir untuk masa depan hidup mereka. Namun, mereka juga belajar dari masa lalu mereka untuk mendapatkan kemudahan di masa depannya. Biasanya orang yang berpikir seperti ini selalu merencanakan segala sesuatunya dengan baik dan teratur. Orang – orang yang seperti ini selalu mendapat kesuksesan di masa yang akan datang walaupun dalam prosesnya sering mendapat kesusahan.
4. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (MA).
A. Manusia tunduk kepada alam yang dahsyat.
Sebagai contoh, BBM yang merupakan bahan bakar minyak. Manusia di dunia sebagian besar menggunakan kendaraan yang berbahan bakar BBM. Jika alam tidak menyediakan bahan untuk membuat BBM, maka manusia akan kesulitan dan akhirnya tak berdaya karena kehendak alam.
Contoh lain adalah bencana alam. Sehebat – hebatnya manusia dalam membuat bangunan, pasti bangunan tersebut akan runtuh juga oleh bencana alam dan membuat manusia menjadi tak berdaya. Ia membuktikan bahwa manusia masih tunduk kepada alam yang dahsyat.
B. Manusia menjaga keselarasan dengan alam.
Sebagai contoh, penghargaan Adipura atau Kalpataru merupakan contoh usaha manusia untuk menjaga keselarasan dengan alam melalui penghargaan bagi daerah yang bisa menjaga alam agar tetap bersih dan sehat.
Contoh lain adalah PROKASIH (Program Kali Bersih). Ini merupakan contoh dari pemerintah yang masih peduli terhadap kelestarian lingkungan agar tetap terjaga dari hal – hal buruk.
C. Manusia berusaha menguasai alam.
Sebagai contoh, para penebang hutan liar di Kalimantan berusaha memanfaatkan alam untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dari kegiatan ilegal mereka tersebut seperti terjadinya bencana alam.
Contoh lain adalah para pemburu binatang untuk diawetkan. Mereka tidak berpikir bahwa binatang jika diburu akan dapat merusak habitat dan ekosistem lingkungan alam. Mereka hanya berpikir jika mereka mendapatkan binatang untuk diawetkan, mereka akan mendapatkan uang banyak.
5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM).
A. Orientasi kolateral (horizontal), rasa ketergantungan kepada sesamanya (berjiwa gotong royong).
Manusia sejak lahir memiliki rasa untuk ingin hidup bersama dengan yang lain. Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain. Maka dari itu, manusia sangat bergantung pada manusia yang lain sehingga saling membantu antara satu dengan yang lain.
Contohnya adalah bertetangga. Dalam bertetangga kita pasti menjalin hubungan untuk saling membantu atau gotong royong. Suatu keluarga tanpa adanya tetangga dalam daerahnya, maka akan kesulitan dalam menjalani hidup. Jadi, manusia itu sejak lahir memiliki rasa ketergantungan terhadap sesamanya.
B. Orientasi vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh – tokoh atasan dan berpangkat.
Seseorang dalam hidup pasti membutuhkan orang atau tokoh atasannya untuk membantunya dalam mengatasi permasalah hidup.
Sebagai contoh, seorang siswa SMA tidak akan bisa lulus Ujian Nasional tanpa adanya bantuan bimbingan dari tokoh atasannya yaitu gurunya. Jika guru tersebut tidak memberikan bimbingan kepadanya, maka murid tersebut akan kesulitan dalam menghadapi Ujian Nasional dan akhirnya tidak lulus. Jadi, manusia selain tergantung pada sesamanya yang sederajat, juga tergantung pada manusia yang lebih tinggi derajatnya.
C. Individualisme menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri.
Sebagai contoh, seorang pebulutangkis yang bermain tunggal akan menganggap bahwa kemenangan dia merupakan hasil jerih payahnya yang membuktikan dirinya lebih bagus dari pebulutangkis yang lain. Dia menganggap bahwa dirinya tak perlu bantuan orang lain untuk bermain ganda agar menang. Sikap ini sering kali menimbulkan rasa sombong yang akhirnya membuat orang lain tidak suka terhadap sikapnya tersebut.
Penelitian mengenai makna hidup dan rhakna kerja telah dilakukan tahun 1987 di 5 komunitas masyarakat Indonesia, yaitu Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Bali. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa ada 3 pandangan dasar tentang makna hidup, yaitu: (1) hidup untuk bekerja, (2) hidup untuk beramal, berbakti, dan (3) hidup untuk bersenang – senang. Sebanyak 89,1% berpandangan bahwa hidup ialah untuk bekerja, sisanya berpandangan bahwa hidup itu untuk beramal dan bersenang – senang. Untuk makna kerja diperoleh hasil bahwa kerja itu: (1) untuk mencari nafkah dan mempertahankan hidup, (2) untuk anak cucu, (3) untuk kehormatan, (4) untuk kepuasan dan kesenangan, (5) untuk amal ibadah. Makna kerja untuk mencari nafkah mencapai 79,3% dan untuk anak cucu 63,7%. (Buchori dan Wiladi, 1982).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hakikat hidup mempunyai pandangan bahwa hidup itu baik (meminjam konsep Kluckhohn). Demikian pula hakikat kerja (karya) berpandangan bahwa karya itu nafkah hidup dan kehormatan (meminjam konsep Kluckhohn). Karena penghayatan agama yang mendalam, ada juga yang berpandangan bahwah idup dan kerja itu untuk beramal. Pandangan ini, menunjukkan terarah kepada diri sendiri, tidak berorientasi ke luar. Pandangan semacam ini sering disebut stoic: gelap, keras, dan suram, sebagai akibat kecenderungan untuk berputar – putar dalam dirinya sendiri (Buchori dan Wiladi, 1982).
Sistem – sistem nilai di Amerika telah diteliti oleh Williams (1960). Diperoleh informasi adanya orientasi nilai – nilai yang dianut oleh warganya, yaitu:
Hasil usaha dan keberhasilan dipentingkan oleh pribadi.Menekankan pada aktivitas dan pekerjaan.Memandang dunia dari segi moral.Mementingkan mores (adat istiadat) kemanusiaan.Menghargai efisiensi dan kepraktiksan.Optimisme ke masa depan (kemajuan).Berorientasi kepada materi.Berkeyakinan pentingnya persamaan derajat.Menghargai kebebasan.Menyesuaikan diri terhadap dunia luar.Mementingkan segi rasio dan ilmu pengetahuan.Memiliki patriotisme.Berkeyakinan terhadap demokrasi.Berkepribadian individualistik.Mempunyai tema rasional dan superioritas kelompok.
Hasil usaha dan keberhasilan dipentingkan oleh pribadi.Menekankan pada aktivitas dan pekerjaan.Memandang dunia dari segi moral.Mementingkan mores (adat istiadat) kemanusiaan.Menghargai efisiensi dan kepraktiksan.Optimisme ke masa depan (kemajuan).Berorientasi kepada materi.Berkeyakinan pentingnya persamaan derajat.Menghargai kebebasan.Menyesuaikan diri terhadap dunia luar.Mementingkan segi rasio dan ilmu pengetahuan.Memiliki patriotisme.Berkeyakinan terhadap demokrasi.Berkepribadian individualistik.Mempunyai tema rasional dan superioritas kelompok.
Seluruh uraian tersebut dapat memberikan kerangka berpikir dalam membedakan dan memahmi tentang nilai, watak nilai, sistem nilai, dan orientasi nilai sosial atau budaya. Maka dalam memahami nilai – nilai dasar manusia, kita dapat sekaligus memberi “cap” tentang watak dan kompleksitas nilai – nilai dasar.
(Buchori dan Wiladi, 1982).
Sistem – sistem nilai di Amerika telah diteliti oleh Williams (1960). Diperoleh informasi adanya orientasi nilai – nilai yang dianut oleh warganya, yaitu:
Hasil usaha dan keberhasilan dipentingkan oleh pribadi.Menekankan pada aktivitas dan pekerjaan.Memandang dunia dari segi moral.Mementingkan mores (adat istiadat) kemanusiaan.Menghargai efisiensi dan kepraktiksan.Optimisme ke masa depan (kemajuan).Berorientasi kepada materi.Berkeyakinan pentingnya persamaan derajat.Menghargai kebebasan.Menyesuaikan diri terhadap dunia luar.Mementingkan segi rasio dan ilmu pengetahuan.Memiliki patriotisme.Berkeyakinan terhadap demokrasi.Berkepribadian individualistik.Mempunyai tema rasional dan superioritas kelompok.
Hasil usaha dan keberhasilan dipentingkan oleh pribadi.Menekankan pada aktivitas dan pekerjaan.Memandang dunia dari segi moral.Mementingkan mores (adat istiadat) kemanusiaan.Menghargai efisiensi dan kepraktiksan.Optimisme ke masa depan (kemajuan).Berorientasi kepada materi.Berkeyakinan pentingnya persamaan derajat.Menghargai kebebasan.Menyesuaikan diri terhadap dunia luar.Mementingkan segi rasio dan ilmu pengetahuan.Memiliki patriotisme.Berkeyakinan terhadap demokrasi.Berkepribadian individualistik.Mempunyai tema rasional dan superioritas kelompok.
Seluruh uraian tersebut dapat memberikan kerangka berpikir dalam membedakan dan memahmi tentang nilai, watak nilai, sistem nilai, dan orientasi nilai sosial atau budaya. Maka dalam memahami nilai – nilai dasar manusia, kita dapat sekaligus memberi “cap” tentang watak dan kompleksitas nilai – nilai dasar.
***
***
BAB III Sifat Umum Karateristik Budaya
Unsur Budaya dalam pengertian ini, mengacu pada karakteristik pribadi tertentu dari seorang individu. Namun, ini bukan arti di mana kata budaya digunakan dan dipahami dalam ilmu sosial. Terkadang budaya digunakan dalam wacana populer untuk merujuk pada perayaan atau malam hiburan, seperti ketika seseorang berbicara tentang ‘pertunjukan budaya’. Dalam pengertian ini, budaya diidentifikasikan dengan estetika atau seni rupa seperti tarian, musik atau drama. Ini juga berbeda dari makna teknis kata budaya.
Budaya telah didefinisikan dalam beberapa cara. Tidak ada konsensus di antara sosiolog dan antropolog mengenai definisi budaya. Meskipun terdapat beragam definisi, budaya memiliki sifat atau karakteristik tertentu. Untuk memperjelas pemahaman kita tentang sifat-sifat budaya, artikel ini akan mengulas tentang sifat-sifat kebudayaan dan contohnya di masyarakat.
Kebudayaan
Budaya mengacu pada pola aktivitas manusia dan simbol-simbol yang memberi arti penting bagi mereka. Budaya memanifestasikan dirinya dalam bentuk seni budaya, sastra, pakaian, adat istiadat, bahasa, dan agama. Cara orang hidup dan apa yang mereka yakini merupakan budaya mereka.
Prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral mereka juga merupakan bagian penting dari budaya mereka. Orang-orang dari berbagai belahan dunia memiliki nilai budaya yang berbeda.
Perbedaan budaya berkontribusi pada keragaman dalam gaya pikir dan gaya hidup masyarakat.
Kata ‘budaya’ berasal dari kata Latin ‘cultura’ yang diturunkan atau diderivasi dari kata colere yang berarti, ‘mengolah’. Budaya kita memiliki andil besar dalam mengolah pikiran kita. Ciri-ciri dan kepercayaan umum yang membentuk pola pikir kelompok, menentukan budaya mereka.
Pengertian Kebudayaan
Pengertian kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil dari karya cipta, rasa, dan karsa manusia. Lingkup kebudayaan mencakup beragam aspek kehidupan manusia, diantaranya yaitu hukum, keyakinan, seni, adat atau kebiasaan, susila, moral, dan juga keahlian. Kehadiran budaya dapat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang, gagasan, dan ide meskipun wujud budaya dalam penggambaran ini masih dibilang sebagai hal yang tabu (abstrak).
Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli
Adapun definisi kebudayaan menurut para ahli, antara lain:
Bierstedt, Budaya adalah keseluruhan kompleks yang terdiri dari segala sesuatu yang kita pikirkan dan lakukan dan miliki sebagai anggota masyarakat.
H.T. Mazumadar, Budaya adalah jumlah total pencapaian manusia, material maupun non-material, yang mampu ditransmisikan, secara sosiologis, yaitu melalui tradisi dan komunikasi, secara vertikal maupun horizontal.Cooley, Argell dan Car, Budaya adalah seluruh akumulasi benda buatan, kondisi, alat, teknik, ide, simbol dan pola perilaku yang khas untuk sekelompok orang, memiliki konsistensi tertentu, dan mampu ditularkan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Sifat Kebudayaan
Berikut ini sifat atau karakteristik kebudayaan beserta dengan contohnya di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
Kebudayaan Bersifat Esensial
Kebudayaan bersifat esensial artinya budaya memberi kita identitas. Seni dan sejarah yang kita banggakan, literatur yang kita pelajari, dan pendidikan kita membentuk kepribadian kita. Apa yang kita amati di sekitar kita, apa yang diajarkan kepada kita melalui cerita rakyat, dan apa yang dikatakan budaya kita, sudah tertanam kuat di benak kita.
Nilai-nilai budaya kita, dan sistem kepercayaan kita menentukan cara berpikir dan berperilaku kita. Ritual dan tradisi adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Cara kita membawa diri kita dalam masyarakat dan siapa kita sebagai manusia, sangat dipengaruhi oleh budaya yang kita miliki. Untuk membuat kita merasa menjadi bagian dari kelompok dan memberi kita prinsip-prinsip kehidupan, budaya sangat penting.
Bahasa, simbol, nilai, dan norma adalah beberapa unsur atau elemen budaya yang penting. Keyakinan agama, adat istiadat dan tradisi kita, seni, serta sejarah, yang disatukan dapat dianggap sebagai elemen budaya. Mereka memberi makna pada konsep budaya. Semua ini penting untuk perkembangan kita secara keseluruhan sebagai individu.
Contohnya yaitu meskipun masing-masing suku di Indonesia memiliki bahasa atau dialek masing-masing, tapi untuk memudahkan komunikasi antar suku yang berbeda sekaligus untuk menunjukkan identitas bangsa kita, maka Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan. Hal itu juga telah tercantum dalam ikrar Sumpah Pemuda “…Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia”.
Kebudayaan Dibagikan Diantara Masyarakat
Setiap kebudayaan dibagikan oleh sekelompok orang yang biasanya menghuni wilayah yang sama. Wilayah tempat mereka tinggal, kondisi geografis di sekitar mereka, masa lalu negara mereka, sistem kepercayaan dan nilai-nilai warganya, dan warisan yang mereka banggakan, merupakan budaya mereka. Menjadi umum bagi suatu kelompok, aspek-aspek ini mengembangkan rasa persatuan dan kepemilikan di antara orang-orang dalam kelompok itu.
Orang-orang dari berbagai arti komunitas yang sama memiliki nilai, kepercayaan, dan tradisi yang sama. Sastra dan sejarah mereka sama. Bahasa dan tingkah laku mereka, dan cara mereka berkomunikasi serupa. Dibangun oleh sistem kepercayaan mereka, kepribadian mereka memiliki ciri-ciri tertentu.
Contohnya yaitu peran seseorang dalam keluarga dan masyarakat ditentukan oleh budaya mereka. Pekerjaan dan gaya hidup mereka mungkin dipengaruhi oleh budaya mereka. Budaya memberi orang identitas kolektif. Itu milik sebuah komunitas dan bukan milik satu manusia pun. Itu dibagikan diantara mereka.
Kebudayaan Dipelajari Oleh Masyarakat
Kebudayaan tidak diturunkan secara biologis dari generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih baru. Itu dipelajari melalui pengalaman. Para anggota budaya berbagi cita-cita tertentu yang membentuk hidup mereka. Generasi mendatang belajar untuk mengikuti cita-cita yang sama. Budaya menyebar dari generasi ke generasi, yang mengadopsi kebiasaan dan tradisi lama mereka sebagai bagian dari budaya mereka.
Cita-cita mereka yang mendasari hidup mereka, adalah bagian dari budaya mereka. Nilai-nilai budaya diberikan dari satu generasi ke generasi, yang merupakan alasan mengapa mereka terus ada dan berlanjut. Bahasa, sastra, dan bentuk seni diturunkan dari generasi ke generasi.
Budaya dipelajari, dipahami, dan diadopsi dari apa yang diajarkan oleh masyarakat dan berasimilasi dari lingkungan. Tidak ada individu yang lahir dengan rasa budaya. Dalam perjalanan hidupnya, ia mempelajarinya.
Contohnya yaitu tradisi pembakaran jenazah di Bali atau dikenal dengan istilah Ngaben yang merupakan warisan leluhur dan telah dilakukan sejak ratusan tahun silam di Bali. Masyarakat Hindu Bali mempercayai bahwa dengan membayar jenazah, roh leluhur menjadi suci dan mereka dapat beristirahat dengan tenang.
Kebudayaan Tidak Bisa Diisolasi
Penelitian telah mengungkap fakta bahwa tidak ada budaya yang dapat tetap terisolasi. Hampir tidak ada komunitas sosial yang benar-benar terisolasi dari seluruh dunia. Setiap budaya sebagian besar dipengaruhi oleh budaya daerah sekitarnya. Nilai-nilai budaya orang di negara tertentu dipengaruhi oleh orang-orang dari negara tetangga.
Contohnya yaitu ketika orang-orang dari lokasi geografis yang berbeda berkumpul, mereka saling memengaruhi budaya masing-masing. Perdagangan antara dua negara, migrasi orang ke berbagai belahan dunia, dan perjalanan untuk tujuan pendidikan atau rekreasi menunjukkan bahwa budaya tidak dapat tetap terpisah.
Budaya yang berkembang pada waktu yang sama menunjukkan kesamaan karena mereka telah berkembang bersama. Beberapa berbaur untuk menciptakan budaya bersama. Tidak ada budaya yang dapat membuat dirinya kebal terhadap pengaruh eksternal.
Kebudayaan Dapat Bersifat Etnosentis
Kebudayaan tidak dapat terisolasi, tapi terkadang menimbulkan sifat etnosentris artinya suatu kebudayaan beranggapan bahwa kebudayaan tersebut yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki orang lain. Sifat etnosentrisme ini cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing. Sikap etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan tolok ukur budayanya sendiri.
Contohnya yaitu kebiasaan masyarakat Papua pedalaman mengenakan koteka. Apabila dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, mengenakan koteka mungkin merupakan hal yang sangat memalukan. Akan tetapi, oleh masyarakat pedalaman Papua, mengenakan koteka dianggap sebagai hal yang wajar, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.
Kebudayaan Bersifat Universal
Kebudayaan bersifat universal artinya kebudayaan berupaya untuk yang mencari jawaban atas problematika dalam masyarakat, bukan apologi terhadap kesenian, bukan juga apriori terhadap budaya politikyang massa. Akan tetapi, lebih pada rasionalitas melihat dan menjangkau ke depan demi perkembangan masyarakat majemuk Indonesia.
Contohnya yaitu Irwan dari Indonesia dan Steve dari Inggris, mereka sama-sama mempunyai kebudayaan (bersifat universal). Tapi, Irwan mempunyai pola perilaku untuk menerima sesuatu dengan menggunakan dengan tangan kanan., sedangkan Steve mempunyai pola perilaku untuk menerima sesuatu bisa menggunakan tangan kanan atau kiri (ini merupakan ciri khusus kebudayaannya).
Kebudayaan Mengalami Akulturasi
Kebudayaan mengalami akulturasi artinya kebudayaan dapat bercampur ketika suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing, maka kebudayaan asing tersebut lambat laun akan diterima dan diolah ke dalam kebudayaan yang sudah ada tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Contohnya yaitu Museum Fatahillah Jakarta yang merupakan perwujudan adanya akulturasi kebudayaan yang dibawa oleh bangsa-bangsa Eropa saat menjajah Indonesia. Bentuknya yang menyerupai Istana Dam di Amsterdam, yang terdiri atas bangunan utama disertai dua sayap di bagian timur dan barat, serta bangunan sanding yang dipergunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipergunakan sebagai penjara.
Kebudayaan Bersifat Adaptif
Kebudayaan bersifat adaptif artinya kebudayaan dapat dapat menyesuaikan diri. Kebudayaan merupakan sebuah keberhasilan mekanisme bagi spesies manusia. Kebudayaan memberi kita sebuah keuntungan selektif yang besar dalam kompetisi untuk bertahan hidup terhadap bentuk kehidupan yang lain.
Contohnya yaitu adaptasi terhadap budaya luar, sebab terjadinya bencana alam pada arti masyarakat tertentu menyebabkan mereka harus pindah ke daerah lain yang mempunyai kebudayaan berbeda.
Kebudayaan Bersifat Dinamis (Flexible)
Kebudayaan tidak bersifat statis, tapi selalu berubah atau bersifat dinamis. Tanpa adanya “gangguan” dari kebudayaan lain atau asing pun, kebudayaan akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.
Jika bukan karena adanya pengaruh dari luar, maka dalam kebudayaan itu sendiri akan ada individu-individu yang memperkenalkan variasi-variasi baru dalam hal bertingkah-laku yang pada akhirnya menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari kebudayaan tersebut.
Proses perubahan sosial budaya juga bisa terjadi karena adanya beberapa aspek dalam lingkungan kebudayaan yang mengalami perubahan, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan kebudayaan tersebut perlahan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi tersebut. Pada dasarnya, setiap kebudayaan pasti akan berubah atau berkembang, meskipun kecil dan sering kali tidak dirasakan oleh anggota-anggotanya.
Contohnya yaitu corak pakaian yang dimiliki nenek kita ketika mereka masih muda, berbeda dengan corak pakaian yang kita kenakan saat ini. Pada umumnya, unsur kebedaan seperti teknologi lebih terbuka terhadap proses perubahan daripada unsur rohani seperti moral dan agama yang cenderung statis.
Kebudayaan Bersifat Integratif (Integrasi)
Kebudayaan bersifat integrasi sosial artinya kelompok-kelompok etnik yang memiliki kebudayaan berbeda dapat beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas di masyarakat. Akan tetapi masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing.
Contohnya yaitu ketika sekelompok orang pergi kesuatu wilayah dengan budaya yang berbeda dengan budaya asalnya, maka sekelompok orang tersebut sebagai kebudayaan minoritas harus bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, tapimasih tetap mempertahankan kebudayaan mereka sendiri.
Demikianlah tadi serangkaian artikel yang menuliskan kepada pembaca terkait dengan sifat-sifat kebudayaan dan contohnya di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semuanya.
***
***
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gurupendidikan.co.id/adat-istiadat/
https://syamsulhadi1991.blogspot.com
http://dosensosiologi.com/sifat-kebudayaan/